Banyak perdebatan ttg Al Qiyadah itu sesat apa tidak. MUI beserta jajaran ormas memfatwa dengan tegas, tapi di sana ada JIL yang dengan lantang menyebutkan ketidak sepahaman. mereka mengatakan bahwa Al Qiyadah perlu dipahami secara relatif.
Emang relatif macam apa? Dalam logika relativisme ala post-modernist, memang segalanya bisa menjadi relatif. Di rumah sakit jiwa, seorang yang sakit jiwa bisa menuduh dokternya yang gila, bukan dia yang gila. Standar siapa yang digunakan untuk menentukan seseorang itu sakit jiwa atau tidak? Tentulah yang dipakai standar dokter jiwa. Bukan standar orang sakit jiwa.
Karena manusia adalah makhluk yang satu, maka manusia bisa mempunyai standar yang satu। Kita bisa melihat, biasanya yang terpilih sebagai Miss Universe adalah wanita yang memang cantik menurut ukuran rata-rata manusia normal. Pada umumnya, kaum laki-laki memang lebih kuat secara fisik ketimbang kaum wanita, sehingga dibuat kategorisasi olah raga antara laki-laki dan wanita.
Ditambah lagi, Islam adalah agama wahyu yang memiliki batas-batas yang jelas. Ada rukun iman dan rukun Islam. Orang yang menolak kenabian Muhammad saw, pastilah sudah berdiri di luar Islam. Agama lain juga memiliki batas-batas atau definisi sendiri. Kaum Kristen yang tidak mengakui otoritas Gereja Katolik dalam penafsiran Bibel, maka dia sudah berdiri di luar agama Katolik, meskipun dia juga mengakui Yesus sebagai Tuhannya.
Karena itu, sangatlah aneh dan absurd dan keliru jika kaum liberal menyatakan, penafsiran apapun terhadap Al-Quran bisa dibenarkan.
Disadur dari opini Adian Husaini di insistnet.com
No comments:
Post a Comment